PESAN UTAMA AL_QUR"AN
(Ringkasan hasil kajian buku "tema pokok al-qur'an" karya Fazlur Rahman, +Makes Adm +makesofficial@gmail.com )
Pengantar
Buku
kecil di hadapan pembaca ini adalah karya anak muda tercerahkan yang tergabung
dalam kelompok diskusi berbahasa Inggris Al-Markaz for Khudi Enlightening
Studies (MAKES) yang berbasis di Masjid Al-Markaz Al-Islami Jend.M
Jusuf, Makassar.
Karya
ini lahir dari hasil kajian terhadap buku Tema-Tema Pokok Al-Quran oleh Fazlur
Rahman. Buku ini merupakan upaya mengambil intisari dari Tema-Tema Pokok Al-Quran
kemudian diperluas dengan menambahkan beberapa materi hasil diskusi yang saya
fasilitasi kemudian diberi judul Pesan Utama Al-Quran.
Buku
ini disusun menjadi beberapa bagian. Pada bagian awal, pembaca akan menerima
pesan Al-Quran yang berkaitan dengan Penciptaan, baik penciptaan alam semesta,
makhluk ghaib, dan manusia. Pada bagian tengah, pesan utama AL-Quran yang
disajikan berpusat pada pembahasan kehidupan manusia baik dari sisi individu
maupun sosial serta akibat perbuatannya. Pada bagian akhir buku ini akan
membahas aspek ketuhanan.
Pembaca
tentu menyadari dan menemukan, segera setelah melewati beberapa bagian dalam
buku ini, gaya bahasa dan penulisan yang berbeda di setiap bagiannya. Itu
disebabkan setiap bagian ditulis oleh individu yang berbeda yang akan pembaca
kenali di bagian biografi para penulis.
Karena buku ini merupakan hasil
karya manusia maka ia tidak lepas dari banyak kekurangan dan kekeliruan. Untuk
itu masukan, koreksi, dan kritik pembaca sangat dihargai demi perbaikan dan
peningkatan kualitas pada karya berikutnya.
Akhirul kalam, selamat menikmati
sajian Pesan Utama Al-Quran. Semoga bermanfaat bagi kehidupan seluruh ummat
manusia.
Makassar, 19 Desember 2013
Muhammad Hamzah
Majelis Syura MAKES
PENCIPTAAN ALAM SEMESTA
Alam semesta
adalah salah satu ayat (tanda) dari Allah subhanahu wata’ala selain dua tanda
yang lain yaitu Al-Qur’an dan Manusia. Melalui tiga tanda inilah kita mengenal
Allah dan beriman kepada-Nya. Sehingga orang yang benar-benar ingin mengenal
Allah akan serius dan tertarik untuk
mengkaji dirinya sendiri juga mengkaji alam, yang mana manusia dan alam semesta
dijelaskan dalam Al-Qur’an, sehingga tidak bisa tidak juga akan mengkaji Al-Qur’an.
Penciptaan alam semesta sepenuhnya
adalah kehendak Allah (QS 6: 101). Dia hanya berfirman, “Jadilah! maka
jadilah.” (QS. 2:117). Alam semesta ini dahulunya menyatu kemudian dibentangkan
(QS. 21:30). Proses penciptaannya dalam enam masa (QS. 7: 54, QS. 10:3, QS.
11:7, QS. 25: 59). Penciptaan tujuh langit berlapis-lapis serta pada ciptaan
Allah yang lain tidak ada suatu cacat pun walaupun manusia berusaha mencari
kesalahan-kesalahan penciptaan (QS. 67: 3-4).
Alam ini diciptakan berdasarkan
ukuran-ukuran tertentu (QS. 54: 49, QS. 15: 21, QS. 87: 2-3) dan ketepatan yang
sempurna (QS. 36: 38-49). Semuanya senantiasa bertasbih kepada Allah yang
menciptakan dan “muslim”, yakni tunduk sepenuhnya pada perintah-Nya baik secara
suka rela maupun terpaksa (QS. 3: 83 ,
QS. 41: 11). Allah menciptakan alam semesta ini tidaklah untuk suatu
kesia-siaan (QS. 3: 191), apalagi hanya sebagai hiburan bagi-Nya, melainkan
dengan tujuan yang benar (QS. 39: 5) di antaranya adalah sebagai tanda
kekuasaan dan keesaan Allah (QS. 21: 22, QS. 27: 60-64) dan memenuhi kebutuhan
hidup manusia (QS. 2: 29, QS. 45: 12-13, QS. 31:20, QS. 16:
12-14, QS. 22: 65, QS. 29: 61, QS. 31: 29, QS. 35: 13). Manusia dipersilahkan
untuk memanfaatkan alam untuk kebaikan bukan untuk berbuat aniaya di atas bumi
(fasad fil ardh). Adapun fenomena
kerusakan alam adalah akibat perbuatan manusia (QS. 30: 41).
Salah satu bagian dari alam semesta yang
menjadi bukti kekuasaan Allah adalah manusia. Allah menciptakan manusia pertama
yaitu Adam dari tanah (QS. 15: 26, 28, 33) dan manusia selanjutnya diciptakan
dari ekstrak sulala (air mani) (QS. 23: 12-14, QS. 32: 8) lalu Allah meniupkan
ruh-Nya ke dalam tubuhnya (QS. 38: 72 dan QS. 32: 7-9). Manusia (nafs) terdiri
dari ruh dan jasad (QS. 38:71-72, QS. 32: 7-9). Manusia diciptakan bukanlah
untuk permainan tanpa tujuan (QS. 23: 115). Di antara tujuan penciptaan manusia
adalah untuk beribadah (QS. 51: 56), untuk mengemban amanah (QS. 33: 72),
sebagai khalifah (QS. 2: 30, QS. 6: 165) untuk memakmurkan bumi.
MANUSIA SEBAGAI INDIVIDU
Dua unsur
pada manusia yaitu Ruh dan Jasad, keduanya membentuk nafs atau diri. Ruh adalah
suatu spirit atau kekuatan yang menggerakkan.
Manusia diciptakan untuk suatu amanah, menjadi khalifah di bumi. Oleh
karena itu padanya diberikan 2 potensi, yaitu potensi TAQWA dan potensi FUJUR
(QS 91: 8). Ada kebebasan berkehendak untuk memilih apakah ia di jalan
ketaqwaan atau memilih jalan fujur.
Antara Ruh Dan Jasad
Dua unsur ini
selalu ada dalam satu jiwa manusia. Jadi tidaklah benar ketika seseorang
melakukan perbuatan salah lalu ruhnya meninggalkannya. Ruhnya tetap ada, akan
tetapi setiap perbuatan salah akan menambah jarak antara ruh jasad sehingga
membuat keduanya semakin berjauhan. Ruhnya tetap memanggil untuk kembali
(taubat) tapi karena jarak yang jauh, panggilan itu hampir atau bahkan tidak
terdengar.
“…Mereka itu (seperti) orang-orang yang
dipanggil dari tempat yang jauh” (QS 41:44)
Mengutip Fazlur Rahman, ‘Jika manusia-manusia jatuh ke bumi,
maka hati nurani mereka menjadi tumpul dan mereka tidak dapat mendengarkan
suara dari fitrah mereka yang sesungguhnya.’
Sebagaimana
alaminya sifat jatuh dan mendaki. Jatuh (turun) adalah lebih mudah daripada
naik. (Bukankah lebih terasa letihnya ketika berjalan mendaki daripada berjalan
menurun?). Hukum yang sama pun berlaku
dalam iman dan amal seorang manusia.
Jatuh ke bumi
berarti cenderung kepada unsur bumi/jasad, yang cenderung ingin mendapatkan
pemenuhan nafsunya. Dan adalah lebih mudah berada di jalan ini. Dan betapa
adalah kepayahan penuhi hajat ruh berada dalam ketaatan menuju Rabb mendaki
puncak-puncak kesalehan.
Kembali sejenak ke ‘panggilan/seruan
yang jauh’ tadi
‘Seruan yang jauh’. Karena jauh, maka seruannya terdengar
lamat-lamat dan begitu halus. Diperlukan kondisi tenang dan diam demi bisa
mendengarkan seruan tersebut. Diam dan
tenangnya seseorang adalah saat di mana seharusnya dia sedang berpikir
(bertafakkur). Tafakkur akan dirinya, tafakkur akan alam, dan ia pun temukan
Tuhan di sana. Itulah Dzikrullah.
Sejahat-jahatnya
manusia, dalam hidupnya pastilah kan ada ‘moment
of truth’ (meminjam istilah kak Hamzah, hihi). Membenarkan ketidakbenaran
kejahatan. That’s fitrah. Kembali ia dihadapkan pada keputusan, apakah tetap
pada pilihan jahat atau memutuskan rantai kejahatan tersebut. Jika keputusan
kedua dipilihnya, maka potensi taqwa dalam dirinya akan menguat sehingga dua
unsur, ruh dan jasadnya akan mendekat lalu menyatu. Sehingga hati pun menjadi
tenang.
Tersesat Itu Takdir Allah?
Al-Qur’an
tidak mengatakan bahwa Allah serta merta menutup hati manusia tetapi ia
mengatakan bahwa Allah berbuat demikian disebabkan perbuatan manusia itu
sendiri ‘karena kekafiran mereka’.
“Dan mereka berkata, ‘Hati kami
tertutup.’ Tidak! Allah telah melaknat mereka itu karena keingkaran mereka,
tetapi sedikit sekali mereka beriman.” (QS 2:88)
Secara
psikologis, jika seorang manusia sekali melakukan kebaikan atau kejahatan maka
kesempatannya untuk mengulangi perbuatan yang serupa semakin bertambah dan
untuk melakukan perbuatan yang berlawanan semakin berkurang. Dengan
terus-menerus melakukan kebajikan atau kejahatan maka seseorang hampir tidak
dapat melakukan perbuatan yang berlawanan, bahkan untuk sekedar memikirkannya.
Jika manusia melakukan kejahatan maka hati dan matanya akan ‘tertutup’, tetapi
jika manusia melakukan kebajikan maka ia akan mendapatkan kekokohan jiwa yang
tidak dapat dipengaruhi. Akan tetapi, perbuatan yang menyebabkan kebiasaan
psikologis bukanlah determinan mutlak. Tidak ada kata ‘keterlanjuran’ yang
tidak dapat diperbaiki, juga tidak ada jaminan kesalehan sampai pada akhir.
(Hal. 30 buku ‘Tema Pokok Al Qur’an)
“…Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri…” (QS 13:11)
Manusia dan Syaithan
Syaithan
dalam Al-Qur’an tidak disebutkan sebagai kekuatan anti Tuhan. Jadi ia bukanlah
lawan Tuhan. Tuhan tidak punya lawan. Syaithan adalah kekuatan anti manusia
yang terus menerus berusaha menyesatkan manusia dari jalan ‘lurus’.
“Sungguh, syaithan itu musuh bagimu,
maka PERLAKUKANLAH SEBAGAI MUSUH, karena syaithan itu hanya mengajak
golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS 35:6)
Al-Qur’an menyuruh kita untuk memusuhi
syaithan
Dua sifat yang membuat Iblis, salah satu dari kalangan jin
yang awalnya tunduk patuh pada Allah, menjadi syaithan yaitu SOMBONG dan PUTUS
ASA. Karena itu memusuhi syaithan berarti memusuhi kedua sifat tersebut.
Iblis merasa sombong karena menyangka penciptaannya yang dari
api lebih mulia dari tanah (asal penciptaan Nabi Adam) sehingga tidak mau
menaati perintah Allah untuk sujud pada Nabi Adam.
Sifat putus
asa Iblis dikarenakan ia menutup diri dari ampunan/rahmat Allah atas
pengingkarannya terhadap perintah Allah. Bukannya memohon ampun atas pembangkangannya,
Iblis malah melakukan ‘negosiasi’ dengan Allah untuk diberi penangguhan.
“Maka keluarlah kamu dari syurga; sesungguhnya kamu adalah
makhluk yang terkutuk, Sesungguhnya kutukan-Ku tetap atasmu sampai hari
pembalasan.” Iblis berkata: “Ya Tuhanku, berilah penangguhan kepadaku sampai
hari mereka dibangkitkan.” ALLAH berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk yang
diberi penangguhan, sampai kepada hari yang telah ditentukan waktunya (hari
Kiamat).” Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka
semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. ( Shad: 77-83)
Semua
perbuatan fujur berada pada kedua sifat sombong dan putus asa. Dua hal inilah
yang menjadi akar segala kejahatan. Kesombongan akan menggiring manusia untuk menjadikan
dirinya sendiri sebagai Tuhan. Adapun putus asa akan menggiring manusia untuk
menjadikan makhluk atau bahkan benda
mati sebagai Tuhan, atau ‘IDOLA’. (Hmmm, Tanya diri, anda mengidolakan siapa?)
Untuk melawan
sesuatu, lakukan kebalikan dari sesuatu tersebut. Jika sombong dan putus asa
sebagai musuh, maka ada TAWADHU dan AMAL/IKHTIAR sebagai perisainya. Dan tak
akan bekerja kedua perisai selain karena kehendak pertolongan Allah. Dan Dia
yang Maha bijaksana tidak akan memberikan ujian di luar kemampuan hamba-Nya.
Teruslah berusaha dan berdoa sampai batas kemampuan maksimal. Di luar itu ada
Allah dan pertolongan-Nya. Ingat, tidak berarti ikhtiar kita terlepas dari-Nya
loh ya. Itu bagian dari pertolongan-Nya juga. Maka mintalah terus pada-Nya.
Kesimpulan:
1.
Manusia kafir, sesat bukanlah karena kehendak Allah, tetapi
itu karena perbuatan mereka sendiri.
2.
Perbuatan berulang akan menciptakan kebiasaan psikologis.
Kebaikan akan mengundang kebaikan yang lain. Sebaliknya, kejahatan akan
mengundang kejahatan berikutnya. Itulah mata rantai. Putuskan mata rantai
kejahatan dengan dzikrullah.
3.
Memusuhi syaithan berarti memusuhi sifat sombong dan putus
asa. Tugas kita adalah tawadhu juga senantiasa berikhtiar. Gunakan semua
potensi yang diamanahkan.
Wallahu Ta’ala A’lam
WAHYU DAN KENABIAN
Allah
menurunkan wahyu kepada utusan/nabi dan rasul secara tidak langsung. Oleh
karena itu Allah tidak pernah berbicara langsung kepada manusia (nabi dan
rasul) (QS 42:51-52) Akan tetapi melalui
ruh (QS.19:17, 15:29, 2:87, 16:102 dan 26:193). Ruh adalah utusan spiritual/
kandungan aktual dari Allah. Ruh berbeda dari malaikat (QS 97:4, 42:52,
70:4). Ruh suci adalah malaikat yang
paling mulia dan dekat dengan Allah (QS 81:19-21). Ruh diasosiasikan dengan
perkataan ‘amr’ (ruh adalah perintah-Nya) (QS 16:2, 17:85, 40:15, 42:52, 97:4).
Malaikat
adalah makhluk langit yang mengabdi kepada Allah. Diutus kepada nabi-nabi (QS 11:70
& 81) juga kepada orang-orang yang beriman (QS 41:30 dan 8:12). Malaikat
juga dikatakan sebagai utusan atau penyeru seperti nabi dan rasul (QS 80:15,
81:19-21).
Alqur’an
diturunkan sekaligus pada malam lailatul qadr (QS 97:1-5). Merupakan
beban yang berat (QS 94:1-3) yang bersifat definitive dan kohesif (QS 59:21).
Alqur’an sebagai Tanzil (QS 25:32, 17:105-106) merupakan dokumen suci yang
mengandung kitab-kitab berharga (QS 98:2, 80:11-15). Risalah Tuhan yang
terpancar dari ruh yang dijaga (QS85:21-22). Disebut sebagai kitab yang
tersembunyi dan umm al kitab (QS 56:78 dan 13:39). Wahyu datang kepada Muhammad
bukan karena keinginannya tetapi atas kehendak Allah (QS 75:16-19).
Nabi dan
rasul adalah utusan yang menyebarkan wahyu atau risalah Allah untuk alam
semesta karena adanya kerusakan kerusakan yang terjadi di bumi. Mereka harus
memiliki pengikut dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Tugasnya adalah
memperoleh keberhasilan di dalam melaksanakan ajaran tersebut untuk memperbaiki
dunia. Berjuang=berhasil.
MANUSIA ANGGOTA MASYARAKAT
Manusia
sebagai individu erat kaitannya dengan persoalan psikologis sedangkan manusia sebagai anggota masyarakat adalah
persoalan sosiologis yang mencakup
hubungan antar manusia dalam hal ekonomi, politik dan tentunya juga soal
sejarah peradaban manusia dimasa lampau.
Keadilan Ekonomi
Ketimpangan
ekonomi adalah persoalan yang sangat umum dan jelas dalam masyarakat sehingga
Al-Qur’an membahas masalah ini dalam banyak ayat dan boleh dikatakan bahwa Islam
sangat detail dalam pembahasan ekonomi. Sebut saja pelarangan terhadap praktik pengumpulan harta
yang berlebihan dimana manusia sibuk mengumpulkan harta sebanyak – banyaknya
hingga ajal mereka tiba (QS 102: 1-4). Dan sesungguhnya mereka itu celaka (QS 104:
1-7). Memang benar bahwa Al-Qur’an tidak melarang manusia untuk mencari harta,
bahkan Al-Qur’an sendiri memberikan nilai yang tinggi terhadap harta kekayaan
yang biasa disebut sebagai kelimpahan dari Allah (QS 62:10, 73:20) tetapi harta
dunia tidaklah untuk dipertuhankan. Maka dari itu Al-Qur’an mengatakan
pentingnya sebuah keadilan ekonomi dimana “
harta kekayaan itu tidak boleh berputar di kalangan orang – orang kaya saja”
(QS 59:7), dan juga diperintahkan untuk membayar zakat (QS 9: 60), karena sebagian
harta orang kaya adalah hak orang miskin, baik yang meminta-minta maupun yang
tidak (QS 70: 24-25 dan 51: 19). Jadi perintah mengenai zakat merupakan bukti
betapa Islam menegaskan tentang keadilan ekonomi. Selain kepemilikan harta yang
harus adil, Al-qur’an juga melarang praktik penggelembungan harta dengan cara
riba karena hal ini akan menyebabkan kesenjangan ekonomi yang lebar. Mengenai
pelarangan Riba baca QS 30: 39. Singkatnya, Al-Quran dalam hal ekonomi berada
ditengah - tengah antara paham materialisme yang meletakkan harta materi diatas
segala-galanya dan juga paham “pertapaan”
yang dengan sangat extrim mengabaikan harta dunia.
Keadilan Social (Politik)
Dalam hal
social-politik, Al-Qur’an juga menegaskan bahwa kepemimpinan suatu negara tidak
boleh berputar hanya pada sebuah keluarga atau klan tertentu saja yang
menciptakan sebuah “dinasty”. Tetapi
haruslah pemerintahan itu dijalankan secara bersama melalui syura, institusi Arab
yang demokratis dari masa sebelum Islam yang kemudian didukung oleh Al-Quran (QS
42:38; 3:159) sehingga pengambilan keputusan itu dapat tercapai secara adil dan
bermusyawarah. Bahkan perilaku adil hendaknya dilakukan bukan karena adanya
hubungan darah melainkan karena Allah ”wahai
orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena
Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin maka Allah lebih tahu
kemaslahatan (kabaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena
ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata - kata)
atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa Allah maha teliti terhadap
segala apa yang kamu kerjakan”. Q.S. An-Nisa(4): 135
Al-Qur’an
menekankan tentang persamaan manusia yang sangat esensil karena yang membedakan
manusia hanyalah ketakwaannya (QS 49: 11-13) sehingga seluruh ras manusia
memiliki kesamaan hak-hak dasar. Jadi jangan ada diskriminasi dalam masyarakat
karena semua manusia adalah anak cucu Adam yang terbuat dari unsur yang sama.
Jatuh Bangunnya Sebuah Peradaban
Sepanjang
sejarah manusia, telah banyak peradaban yang besar dan jaya dimasa lalu namun
hancur dan harus digantikan oleh peradaban yang baru. (QS 17: 77; 33:38, 62).
Sebuah kaum yang dimusnahkan oleh Allah itu karena ulah mereka sendiri yang
berbuat kerusakan dan melanggar perintah-perintah Allah dan Rasul-Nya. Sama
ketika hal ini terjadi di kalangan umat Yahudi ataupun Kristen. Namun bukan
berarti bahwa umat islam tidak akan mengalami kehancuran, karena hukum sejarah
yang ditetapkan oleh Allah itu berlaku pada semua peradaban manusia (QS 47): 38
atau 9: 39) jadi ketika sebuah kaum telah melanggar hukum – hukum Allah maka
pasti kehancuran menimpa mereka, dan tidak peduli siapa mereka itu kecuali mereka
berusaha untuk memperbaikinya. Setelah kaum itu dihancurkan oleh Allah maka
akan diutus seorang nabi yang akan membimbing suatu masyarakat untuk membangun
sebuah perdaban yang baru.
Adapun jenis
kejahatan yang dapat membinasakan masyarakat itu banyak jumlahnya, misalnya
karena tekanan ekonomi dan eksploitasi terhadap orang – orang miskin ataupun
tekanan social-politik terhadap orang miskin dan kelas rendah dalam masyarakat.
Lihat hal yang menimpa umat Yahudi atas penindasan Firaun (QS 7: 137).
Perlu
ditekankan bahawa keadaan sebuah kaum itu menjadi baik atau menjadi buruk
sekali lagi karena perbuatan dan usaha mereka sendiri dan bukan semata-mata
karena Allah yang menginginkan mereka seperti itu. Memang betul bahwa Allah lah
yang memusnahkan atau memelihara tapi Dia menetapkan itu melalui hukum-hukum-Nya.
Seperti yang dikatakan oleh Al-Qur’an bahwa “
Allah tidak akan mengubah kondisi suatu bangsa sebelum mereka sendiri yang
beruaha untuk mengubahnya” (Q.S. Ar-Rad(13):11 atau Al-Anfal(8): 53).
Lahirnya Mayarakat Muslim
Didalam
Al-Quran ditegaskan sebelum munculnya islam di jazirah Arab, penduduk Makkah
sangat merindukan sosok Nabi baru sebagai pembawa Risalat baru, seperti
Yahudi-Kristen, tetapi tidak memilki
kesamaan dengan ajaran-ajaran sebelumnya, hal ini dapat dilihat di dalam
(37:168-170).
Hal
ini diawali oleh munculnya pengaruh atau ide-ide dari kaum Yahudi-Kristen di
wilayah arab. Penduduk Makkah menunjukkan demam religious yang dialami oleh
individu bahkan suatu kelompok tersendiri. Sehingga muncullah Muhammad saw
sebagai sosok pembawa risalat dan kebahagian ditengah masyarakat arab namun
tidak membawa kitab – kitab seperti yang diinginkan oleh penduduk Makkah,
melainkan sebuah kitab yang menjadi pelengkap dari kitab – kitab sebelumnya.
Penduduk Mekkah pula tidak menerima Isa dan Musa sebagai pembawa risalat
(43:57-58).
Sehingga,
dampak kitab (Al-Qur’an) yang dibawakan oleh Muhammad tidak serta merta diterima oleh penduduk
Makkah, namun yang ada adalah perbantah-bantahan (10:15; 17:73) dan meminta
Muhammad saw merevisi isi kitab (Al-Qur’an) agar menempatkan tuhan–tuhan mereka
berada diantara Allah dan Manusia. Mereka (penduduk Makkah) yang ingkar
terhadap kitab yang dibawa oleh Muhammad saw dijelaskan dalam (28:85-88).
Meskipun Muhammad saw berusaha meyakinkan penduduk Makkah bahwa semua
risalat-risalat itu diwahyukan oleh Allah, namun penduduk Mekkah enggan-enggan
menunjukkan kenyataan itu (25:4-5; 16:103).
Muhammad
saw merupakan turunan dari nabi Ibrahim dan nabi-nabi yang lain dan sosok pembawa
risalat dari nabi-nabi sebelumnya yang memiliki kesamaan diantara seruan mereka
dengan seruan Muhammad saw (87:18-19), dengan kata lain bahwa Muhammad saw adalah
pelengkap dari nabi-nabi sebelumnya. Jika dianalogikan kedalam struktur
bangunan, Muhammad saw adalah batu-bata terakhir dari bangunan tersebut sebagai
ornament pelengkap agar supaya bangunan tersebut terlihat sempurna dan molek.
Sebuah
keniscayaan, Allah itu esa dan ajaran atau risalatnya juga esa dengan kata lain
bahwa tidak dapat dipecah – pecah, maka ummat harus menjadi satu kesatuan dalam
bentuk masyarakat muslim. Namun keragaman masyarakat Makkah dan kaum yang
menentang Rasulullah saw semakin banyak.
Sebenarnya,
ide menegakkan masyarakat seagama tidak tercetus oleh Muhammad saw di madinah
seperti yang dinyatakan oleh Hurgronye, tetapi sebenarnya sudah ada di Makkah.
Perkembangan
masyarakat Muslim mulai dibangun di Madinah- yang dijelaskan dalam QS 5:48
dengan pengakuan tiga kaum yaitu Islam, Yahudi, dan Kristen. Di Madinahlah istilah
– istilah kitab terdahulu tidak digunakan lagi namun dengan cara tertentu Alquran
membenarkan exsestensi kaum Yahudi dan Nasrani. Tetapi mereka tetap memandang Islam
sebagai yang terbaik (khair ummatin) dan kaum ideal (ummah wasat).
Kepindahan
Muhammad saw ke Madinah dengan tujuan bukan memaksa Makkah menerima Islam, dan
bukan berarti Muhammad saw tidak peduli dengan Ka’bah namun Muhammad saw menerima
panggilan Madinah.
Kesimpulan
Perjuangan
manusia untuk menciptakan sebuah tatanan masyarkat yang adil dan makmur
tentulah memerlukan pengorbanan harta benda dan jiwa manusia itu sendiri dan
inilah yang disebut sebagai “jihad”. Apakah
manusia benar-benar berjihad di jalan Allah atau tidak akan dipertanggung
jawabkan di akhirat kelak.
ESKATOLOGI
Pembahasan mengenai eskatologi adalah
pembahasan tentang hari kebangkitan (qiamat) dimana manusia sebagai makhluk
yang berkehendak dan bertindak ketika di bumi akan dibangkitkan kembali guna
mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya baik itu amalan yang baik
ataupun amalan yang buruk (Q.S. 101:6-9)
” maka adapun yang berat timbangan (kebaikan)nya, maka ia berada dalam
kehidupan yang memuaskan (senang), dan
adapun orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya maka tempat kembalinya adalah
neraka Hawiyyah, yaitu api yang sangat panas.”. Proses penimbangan amal
perbuatan manusia (hisab) itu tak ubahnya sebuah proses penyortiran
barang-barang, ada timbangan, dan ada barang yang akan ditimbang (amal
perbuatan). Tidak ada kecurangan dalam proses ini karena setiap perbuatan di
bumi akan dihitung sekalipun sangat kecil (QS 21: 47).
Berkaitan
dengan amal perbuatan manusia, itu terdiri dari amal baik dan buruk, kedua
amalan ini masing-masing memiliki timbangan berat dan ringan jadi pada saat
penghisaban, amal manusia terlebih dahulu akan dipisahkan mana yang baik dan
buruk kemudian ditentukan berat dan ringannya. Amalan yang baik dan berat
bukanlah pada seberapa sering ia dekerjakan melainkan seberapa berat itu
dilakukan. Sebagai contoh seseorang yang telah terbiasa dengan amalan yang
buruk dan merasa berat untuk mengerjakan amalan yang baik sekalipun itu sangat
kecil maka itulah yang berat timbangannya. Contoh amalan yang berat (QS 2:177; 42:37;
53:32) bandingkn dengan amalan yang buruk, syirik (QS 4:48).
Pertanggung Jawaban
Manusia sebagai makhluk individu dan
social bertanggung jawab atas apa yang mereka kerjakan, dan tidak ada yang
menanggung apa yang dikerjakan oleh orang lain karena setiap diri memetik apa
yang mereka usahakan. Hal ini menegaskan bahwa Al-Qur’an menolak ide tentang
dosa turunan atau dosa warisan di mana seseorang terdahulu yang mengerjakan
sebuah tindakan dosa akan ditanggung secara turun temurun oleh penerusnya,
ataupun sebaliknya (QS 19:80), dan setiap diri yang datang tidak akan membawa
apa-apa (harta dunia termasuk kerabat) kecuali amal perbuatan itu sendiri (QS
19: 95; 80:34-37; 70:10-14). Penolakan Al-Qur’an tehadap ide tentang penengah
atau penebus antara manusia dan Allah berulang kali di sebutkan dalam firman-Nya
(QS 3:91; 5:36; 10:54; 13:18; 39:47; 57:15 dan 70:11).
Dengan tidak adanya ide penengah antara manusia dan Allah
ini maka Alqur’an dalam beberapa ayat menyerukan agar Manusia senantiasa
mengirimkan sesuatu untuk masa mendatang. Karena apapun juga yang menimpa
seorang manusia adalah hasil perbuatannya yang terdahulu. (QS 59:18; 2:95; 3:182
dll.) Hal ini mengantarkan kita pada pemahaman bahwa Al-Qur’an juga menolak ide
tentang juru selamat, imam mahdi, ratu adil dan sebuatan lain yang akan
menyelamatkan dunia di tengah kerusakan yang dilakukan oleh manusia karena
pertanggung jawaban itu dibebankan pada siapa saja yang melakukan.
Akhirat pada
esensinya adalah “akhir” kehidupan atau akibat jangka panjang dari apa yang dikerjakan
manusia di muka bumi ini namun pada umumnya manusia lebih tertarik pada
kenikmatan yang langsung dan bersifat sesaat sehingga mengabaikan “akhir”
kehidupn yang sesungghnya lebih baik dan abadi. Inilah yang oleh Al-Qur’an
disebut “ghurur” atau penipuan diri
sendiri. Di hari kebangkitan ini tak ada lagi yang dirahasiakan atau
tersembunyi dari setiap manusia baik itu perbuatan ataupun fikiran-fikiran
ketika di bumi karena catatan amal perbuatan manusia akan berbicara (QS 23:62; 45:29),
bahkan kuburan-kuburan akan mengeluarkan semuanya dan anggota-anggota tubuh
akan berbica dengan sendirinya (QS 100:9-10, 41:19-24). Maka dari itu, manusia
sebaiknya melakukan transparansi atau keterbukaan selama masih menjalani
kehidupan di dunia, agar tidak ada kebohongan dan kemunafikan.
Dan hal inilah yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ketika
masi hidup. Beliau tidak menyembunyikan apa-apa yang ia fikirkan dan tidak
membeda-bedakan tidakannya ketika ia bersama sahabat atau di saat sendiri.
Manusia jangan sampai menipu diri sendiri atupun mencoba menipu Tuhannya karena
kelak semua tabir akan disibakkan dan manusia akan mampu melihat segala amalan
baik mental ataupun fisik dengan tajam (QS 50:22).
Penghancuran dan Penyusunan Kembali
Alam Semesta
Di hari qiamat alam semesta ini akan
dihancurkan dan kemudian akan disusun kembali dengan level – level kehidupan
yang baru. Al-Qur’an berkata: “setiap
sesuatu akan hancur kecuali Dia sendiri” (QS 28:88; 55:26-27). Al-qur’an menyatakan bahwa kehidupan dunia
akan ditukar dengan kehidupan yang baru, sifatnya pun akan berbeda dari yang
sekarang (Qs 14:48; 29:20). Kemudian seluruh manusia akan dibangkitkan kembali
guna mempetanggung jawabkan amal perbuatannya.
Kemaha-adilan Allah kepada seluruh manusia tidak hanya
terjadi di bumi tetapi juga di akhirat, di mana seluruh perkara yang tercatat
oleh buku amalan akan diberi ganjaran. Sebab akibat berlaku secara real tanpa
ada manipulasi data sedikitpun, “di dunia manusia menanam, di akhirat manusia
memetik buahnya”.
Al-Qur’an
tidak menyatakan sebuah proses pemindahan sebuah alam yang satu (dunia) ke alam
yang lain (akhirat) dengan dimensi ruang yang berbeda. Karena yang terjadi
sesuai ayat diatas adalah penghancuran kemudian pembuatan kembali. Ketika orang
– orang kafir berkata “ apakah mungkin sesuatu yang telah mati dan musnah menjadi
debu dapat hidup kembali menjadi makhluk yang baru?” (QS 13: 5). Bahkan orang –
orang kafir ketika mendengar tentang kebangkitan secara fisik, mereka
menyebutnya sebagai “khayalan/dongeng orang – orang terdahulu” (QS 23:82-83; 27:67-68).
Kemudian Al-qur’an menjawabnya dengan perumpamaan –
perumpamaan yang khas dan mudah untuk dimengerti seperti “bumi yang menjadi
subur di musim semi setelah ‘mati’ di musim salju”. Selengkapnya mengenai
menghidupkan yang mati baca QS 30:19,24,50 dan 57:17.
Balasan dari Allah
Tentunya balasan yang Allah berikan
kepada manusia itu sesuai dengan kadar timbangannya masing-masing. Jika amalan
yang berat itu adalah kebaikan maka itu akan mendapat Rahmat dan ridha-Nya
Allah dan ditempatkan kedalam Jannah dimana mereka akan dekat (kepada Allah),
berada dalam surga kenikmatan, berada diatas dipan-dipan yang bertahtakan emas
dan permata, muda dan tak pernah tua, air dan buah yang tak habis – habis dan
masih banyak lagi (QS 56: 10-30) tetapi keridhaan Allah terhadap mereka adalah
jauh lebih baik dan itulah kemenangan yang besar (QS 9:72) dan sebaliknya jika
amal perbuatan yang berat adalah amalan yang buruk maka Allah akan murka
kepadanya dan di tempatkan kedalam neraka jahannam (QS 3:162) dimana mereka
akan menerima siksaan dan kesengsaraan yang sangat pedih (QS 56:41-56).
TUHAN
Sebagaimana
dijelaskan pada bab – bab sebelumnya bahwa alam semesta, manusia, dan alqur’an
adalah di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Segala sesuatu mustahil ada
dengan sendirinya. Pasti ada ‘Dzat’ yang menciptakan. Alam semesta termasuk
manusia ini terbentuk dari system-sistem di mana system tersebut berjalan dalam
keteraturan yang sempurna. Bagi mereka yang berpikir (berakal), ketika melihat
eksistensi sesuatu, tidak berhenti pada sesuatu tersebut, tetapi mampu melihat
‘sesuatu/kekuatan’ di balik sesuatu tersebut (Itulah iman, yaitu keyakinan dan
kesadaran terhadap yang ghaib, tidak kasat mata, baca QS. 2: 3, QS. 5: 94, QS.
21: 49, QS. 35: 18, QS. 36: 11, QS. 50: 33, QS. 57: 25, QS. 67: 12).
Bagi orang-orang
beriman, Tuhan ada ‘bersama’ setiap sesuatu. Al-Qur’an menyerukan kita untuk
merenungi darimana dan kemana alam semesta ini. Dengan demikian kita akan
‘menemui’ Tuhan. Jadi Tuhan adalah makna dari realitas, dimanifestasikan,
dijelaskan oleh alam semesta termasuk manusia. Setiap sesuatu di alam semesta
ini adalah pertanda dari Allah.
Setiap
ciptaan bergantung kepada yang menciptakannya, Allah. Konsekuensi logis dari
hal ini adalah hanya ada satu Tuhan., tidak ada Tuhan selain-Nya (QS. 2:
254-255; 59: 22-24; 27:60-64). Di samping menekankan Allah sebagai Tuhan Yang
Maha Kuasa, ayat-ayat tersebut juga menggambarkan ke-Maha Pengasihan-Nya yang
tak terhingga. Allah sebagai Tuhan diekspresikan melalui penciptaan-Nya,
pemeliharaan-Nya, dan rezeki yang diberikan-Nya kepada makhluk-makhluk
ciptaan-Nya. Penciptaan alam dan manusia dan alam untuk manusia adalah
kemurahan Allah yang paling sedia kala. Oleh karena itu, kekuasaan, penciptaan,
dan kepengasihan-Nya selain sama-sama luas juga saling meliputi (QS. 6: 12; 7:
156).
Allah, dengan
sifat Ar-Rahman-Nya yang tiada putusnya telah memberikan kepada manusia potensi
berupa kesadaran dan kemauan untuk memperoleh pengetahuan dan menggunakan
pengetahuan tersebut untuk menyadari tujuan hidup sesungguhnya. Dan inilah
ujian bagi manusia, apakah ia menggunakan pengetahuannya untuk ketaqwaan atau
untuk kejahatan.
Dalam menjalani hidup sebagai ‘ujian’, manusia tidak
dibiarkan begitu saja. Allah yang Maha Pengasih dan Maha Adil memberikan
berbagai petunjuk sebagai pedoman. Allah mengutus Rasul-Rasul, mewahyukan
kitab-kitab (Alqur’an sebagai khairul kalam), dan memberikan petunjuk kepada
manusia, yang sedianya sudah ditanamkan ke dalam diri manusia (QS. 91:8).
Selain hal di
atas, di antara ekspresi Sang Maha Pengasih adalah bagi manusia yang telah
tersesat dan dengan sepenuh hati menyesali perbuataannya dan memohon
ampunan-Nya. Lebih dari seratus ayat dalam Al-Qur’an dimana Allah menyifati
diri-Nya sebagai ‘Yang Mengampuni’ yang selalu diikuti oleh ‘Yang Penyayang’
(QS. 40: 3, QS. 2: 173, 182, 192, 199, 218, 225, 226, 235). Bahkan bagi
orang-orang yang benar-benar bertaubat, Allah mengubah kesesatan yang telah
dilakukan menjadi kebajikan (QS. 25: 70).
Wallahu ta’ala a’lam
Penutup
Al-Quran
merupakan kitab petunjuk bagi seluruh manusia tanpa terkecuali.
Inilah yang jarang disadari oleh sebagian kaum muslimin. Konsekuensinya,
pesan-pesan Al-Quran bersifat universal, menyeluruh.
Pesan
universal ini dapat kita bagi untuk tujuan memudahkan proses pembelajaran dan
pemahaman atas Al-Quran. Di bagian awal, pesan Al-Quran akan menuntun manusia
untuk merenungi alam semesta termasuk dirinya; baik proses maupun tujuan
penciptaan alam semesta. Termasuk pula di dalamnya karakteristik ciptaan
(makhluq) yang “muslim”, tunduk-patuh-taat kepada Allah serta diciptakan untuk
memenuhi tujuan tertentu.
Perenungan
penciptaan alam semesta akan membawa manusia pada pemahaman utuh atas dirinya (nafsnya)
yang terdiri dari unsur bumi (tanah) dan langit (ruh) beserta potensi bawaan
berupa fujur dan taqwa. Berbekal dua potensi tersebut, manusia mampu menerima,
memahami dan menggunakan petunjuk ilahi berupa alam semesta beserta seluruh
fenomenanya, kitab suci, dan manusia suci yang bergelar nabi dan rasul demi
menumbuhkembangkan dirinya (tazkiyah an-nafs) agar mencapai kesempurnaan
(insan kaamil) yang membuahkan kesuksesan (falah).
Dalam
proses menumbuhkembangkan dirinya, manusia harus berinteraksi dengan sesama
manusia lainnya. Proses interaksi tersebut berlangsung atas dasar keadilan (al-‘adl)
dan al-ihsan yang dalam Al-Quran terjabarkan dalam berbagai hukum
interaksi sosial, di antaranya persaudaraan (ukhuwwah), pernikahan dan
kekerabatan, wasiat dan warisan, muamalah, hingga hudud (hukum
yang berkaitan dengan perbuatan kriminal).
Seluruh
interaksi manusia sepanjang hidupnya di muka bumi dicatat, dikompilasi ke dalam
“kitab” yang kemudian akan dibentangkan di hari pertanggungjawaban. Setelahnya,
manusia akan menjalani kehidupan yang berdasar atas perbuatannya terdahulu:
kehidupan yang penuh nikmat di dalam al-jannah (kebun) atau kehidupan
yang penuh dengan siksaan di dalam al-naar (api).
Pada
bagian akhir, Al-Quran berpesan bahwa penciptaan alam semesta, keberadaan
manusia, serta pertanggungjawaban atas seluruh aksi manusia terjadi atas
kehendak Allah azza wa jalla, Dzat yang “kasih sayang berintikan
kelemahlembutan-Nya” (rahmat-Nya) meliputi segala sesuatu.
Team penyusun
Hermita Arif, lahir
di Tana Toraja, 21 April1988. Meraih gelar S.E dari jurusan Akuntansi FE-UH
pada tahun 2009 dan CIFP di INCEIF tahun 2011. Saat ini aktif sebagai tenaga
edukasi tidak tetap di UIN Alauddin dan LP3i Makassar.Mengenal MAKES sejak
tahun 2009 tetapi aktif sebagai anggota pada tahun 2009. Dua kali mendapat
amanah sebagai Bendahara Umum di periode kepengurusan 2012/2013 dan 2013/2014.
Al-quran surah Al-Asr adalah diantara ayat yang ia jadikan motivasi hidupnya,
adalah doa Ali bin Abi Thalib, “ya Allah,
menjadi kemuliaan bagiku, adlah hamba-Mu dan adalah kebanggaan bagiku,
Engkaulah adalah Rabbku. Jadikanlah aku sebagaimana yang Engkau inginkan”,
menjadi kalimat motivasinya.
Masdiana, S.KM lahir di sebuah desa
kecil, kampale, yang terletak di kabupaten Sidrap pada tanggal 28 Agustus 1989
yang merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara. Pendidikan sekolah dasar
ditempuh di desa kelahiran, Kampale, SDN 13 Kampale, pada tahun 1996 kemudian
melanjutkan sekolah Menengah Atas di SMPN 1 Dua Pitue pada tahun 2012 kemudian
lanjut studi di Makassar yakni Sekolah Menengah Kejuruan Keperawatan YAPI (SMKK
YAPI) pada tahun 2005, kemudian tahun 2009 melanjutkan pendidikan kejenjang
perguruan tinggi di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UIN ALAUDDIN)
pada tahun 2009 jurusan kesehatan Masyarakat Peminatan Ilmu Gizi. Menjadi
anggota MAKES pada tahun 2009. Saat ini menjabat sebagai Sekertaris Biro
Kajian. Dapat dihubungi lewat email Di_anhae@yahoo.com .
Hasrul, anak kedua dari tiga bersaudara,
lahir pada tanggal 25 april 1988, Bontoburungeng salah satu desa di kabupaten Jeneponto.
Tumbuh besar dari keluarga yang sangat sederhana. Mendapat gelar A.Ma pada
tahun 2008 jurusan PGSD Universitas Muhammadiyah Makassar dan gelar S.Pd
jurusan Bahasa Inggris di Universitas
yang sama pada tahun 2013. Mengenal MAKES pada awal tahun 2010 dari bisikan
teman. Disela kesibukannya sebagai pengurus MAKES yang menjabat sebagai
Sekertaris Umum juga sibuk belajar mengajar di tempat kursus ONE SCHOOL dan
BP2IP barombong Makassar.
Prinsip hidupnya
adalah “ jangan pernah berhenti meragu
karena meragu merupakan tempat yang indah buatmu, jika kamu mencari jawaban
atas apa yang kamu ragukan, tetapi meragu juga akan menjadi tempat yang
menyesatkan bagimu jika kamu jenuh dalam mencari jawaban atas keraguanmu ”.
Saddang Husain, lahir di Padang Sappa,
bagian selatan kota Palopo pada 11 oktober 1991. “ Putra Sawerigading ” yang gemar bermain futsal ini menghabiskan
masa kecil di tanah luwuk sebelum akhirnya menetap di makasar untuk melanjutkan
pendidikan di Universitas Muhammadiyah pada tahun 2010. Sekarang masih duduk di
bangku kuliah jurusan pendidikan bahasa inggris semester 7 . Tak ada yang
istimewa dalam karir akademik tetapi aktif mengurusi MAKES sebagai Ketua umum
periode 2013/2014 adalah suatu kebanggaan tersendiri. Semenjak mengenal MAKES
di awal tahun 2012, dia telah menjadikan MAKES sebagai “ rumah yang tak berdinding dan tak pula beratap ”. iqra’
bismirabbikalladzi kholaq, Perintah membaca dari Allah yang selalu di
pegangnya sehingga - tiada hari yang harus berlalu tanpa membaca.
Nurhayati Sadri S.Pd biasa dipanggil
Suksin Lavigne, lahir di Lamahala, Adonara, Flores Timur NTT pada tanggal 14
Mei 1987. Anak kedua dari empat bersaudara.Melanjutkan studi di Makassar pada
tahun 2008 di Universitas Muhammadiyah Makassar jurusan Bahasa Inggris, setelah menganggur tiga tahun pasca lulus
dari MAN waimerang pada tahun 2005. Mulai mengenal MAKES pada akhir tahun 2011
melalui seorang teman kampusnya. Kemudian aktif dalam semua kegiatan MAKES dan
sekarang menjabat sebagai ketua biro kajian, disela kesibukannya sebagai guru.
Suka berkenalan dan bersahabat dengan siapapun bias dihubungi melalui Prycazcg@yahoo.com atau Nouerycharyprycaz Suksin’z
lavigne Cg (FB) “BE USEFUL”.
Fatihatulma’na, lahir di ujung pandang
25 februari 1979. Menyelesaikan pendidikan menengah atas di STM PEMBANGUNAN
MAKASSAR jurusan Bangunan gedung. Hingga kini masi intens mengikuti kajian –
kajian MAKES selepas kesibukan rutinnya sebagai pedagang ATK (Alat Tulis
Kantor) di depan SMP 37. Prinsip hidupnya adalah “ dimana saya berdiri
disitulah saya belajar makna/ilmu “.
Yukiko Hiro Mantu, lahir pada desember
1984 di negeri yang jauh, Hiroshima, Jepang. Menjadi anggota keluarga besar
MAKES pada pertengahan 1999 dan hingga kini masih intens mengikuti kegiatan –
kegiatan MAKES. Menyelesaikan gelar master di fakultas ekonomi Universitas
Gajah Mada, Yukiko, panggilan akrabnya, kini berpropesi sebagai seorang dosen.