Perspektif itu bagaikan jendela pada rumah, jika kita melihat
pemandangan dari jendela depan maka yang nampak adalah objek yang ada di
sana. akan berbeda jika kita meliihat pemandangan disekitar rumah
melalui jendela belakang atau samping. adakah yang bisa mengatakan bahwa
pemandangan yang kulihat melalui jendela yang ini adalah pemandangan
yang paling benar? sedangkan semua memiliki jendela masing2.
Beda
perspektif pasti penarikan kesimpulannya akan berbeda. Dalam hubungannya
dengan dunia pendidikan, di mana institusi pendidikan berupa sekolah
selalu saja menjadi bahan perdebatan para pemikir. Emile Durkheim dan
Talcot Parson setidaknya bisa menjadi dua pemikir yang mewakili
perspektif positif optimis terhadap sekolah sebagai institusi
pendidikan. dengan teori struktural fungsionalisme yang mereka gunakan
sebagai pisau anlisa, mereka sampai pada kesimpulan bahwa sekolah adalah
miniatur masyarakat. terdapat didalamnya hubungan yang sangat lengkap
dimana setiap siswa hadir dengan nilai dan norma yang mereka bawa
masing2. disekolahlah mereka belajar untuk saling bekerjasama, bermain
dan menanamkan nilai toleransi yang pada gilirannya akan mencitakan
suasana yang saling mengisi dan harmonis. sekolah kemudian menjadi hal
yang niscaya bagi anak usia produktif sebelum masuk kemasyarakat yang
sesungguhnya karena disanalah mereka belejar untuk menjadi makhluk
sosial.
sebaliknya para pemikir yang menggunakan jendela lain
tiba pada kesimpulan yang sama sekali pesimis terhadap sekolah. sebut
saja Karl Marx dengan teori konfliknya. ia memandang bahwa pendidikan
yang terinstitusikan semacam sekolah sangat berperan dalam menciptakan
ketidaksetaraan dalam tatanan masyarakat. karena sekolah dengan segala
bentuk dan sistem yang mengaturnya tidak lain adalah usaha penegakan
kapitalisme yang pasti akibatnya adlah penindasan kaum miskin. sekolah
menjadi tempat reproduksi sosial, yaitu tempat dimana tatanan sosial
yang telah ada akan dilanggengkan secara terus menerus. anggap saja
seperti ini: Pak Hasrul Guava adalah orang yang kaya raya, dia mapmpu menyekolahkan anaknya, Ewing Favu
di sebuah sekolah yang sangat mahal dengan kualitas pendidikan yang
sangat baik. di situ segala bentuk fasilitas yang mendukung proses
belajar mengajar sangat lengkap sehingga itu terlalu mahal bagi Chaerul Mundzir, anak pak Agus Putra Gowa
yang hidupnya penuh keterbatasan. Olehnya itu si Munzir hanya bisa
sekolah di tempat yang sangat murah bahkan gratis, sekolah dengan alat
penunjang pendidikan sangat minim. Mungkin tidak semua, tapi anak2
seperti ewing sudah dapat di prediksi bahwa masa depannya akan
menggantikan posisi Bapaknya dalam statifikasi sosial, berada di kelas
atas, sedangkan yang berasal dari kelas bawah akan memproduksi penghuni
kelas bawah pula. inilah yang dimaksud social reproduction.
Selain
Marx, Pierre Buordieu adalah tokoh pendidikan yang berada pada posisi
menentang praktek sekolah yang sangat kapitalistik. Ia memperkenalkan
kepada kita sebuah perspektif baru yang terdengar asing "simbolic
violence"
0 Response to "perspektif tentang pendidikan"
Posting Komentar