Dream is around the corner
Teruslah tegak berdiri perjungkan mimpi mimpimu. Walau kadang kau harus merangkak dan jatuh bngkit, bangkitlah. ingat, kasih Tuhan bersama para pejuang mimpi. |
7 hari lagi
menuju mimpi, proposal telah terkirim ke perusahaan dan LSM, tinggal menunggu
hasilnya. Dalam masa penantian yang harap-harap cemas itu, latihan semakin
ditingkatkan dan anak-anak juga semakin penasaran. Sejak pagi hingga sore
latihan olahraga terus berjalan dan malam harinya kami manfaatkan untuk latihan
vocal group.
Sebuah lagu
yang sangat terkenal dan sarat akan nilai pendidikan di daerah tertinggal
menjadi pilihan kami, Laskar Pelangi dari band Nidji. Sedikit kemampuan yang
saya miliki dalam memetik gitar menjadi modal yang cukup untuk mengiringi suara
14 anak-anak harapan bangsa bernyanyi. Tidaklah terlalu sulit untuk mengajari
mereka memasukkan nada karena mereka sudah terbiasa bernyanyi di gereja,
terlebih pada hari minggu. Yang menjadi sedikit kendala adalah urusan menghapal
teks dan menghapal koreo atau gerakannya. Meskipun waktu latihan yang kami
miliki hanya sebentar, tapi kami tetap tak ingin tampil setengah-setengah.
Untuk melengkapi penampilan vocal group ini, Ahmad menambahkan sebuah puisi 4
bait yang dia ciptakan sendiri lalu dibacakan oleh 4 orang anak secara
bergantian.
Dengan
kedisiplinan dan latihan yang keras, akhirnya lagu laskar pelangi lengkap
dengan puisi dan gerakannya sudah siap untuk ditampilkan. Bersamaan dengan itu,
kabar menggembirakan juga datang dari perusahaan Amindo dan LSM Payopayo.
Amindo mencairkan dana sebesar Rp5.000.000 sedangkan Payopayo sebesar Rp2.000.000. 7 juta Rupiah ditambah dengan dana konsumsi dari
warga sebesar Rp2.500.000 menjadi Rp9.500.000. Uang itu masih belum cukup untuk total biaya yang
kami butuhkan maka kami para guru menyisihkan gaji kami untuk menggenapkannya
menjadi Rp12.000.000.
Manggris, pohon madu kata mereka. Atau apapun namanya, aku tak lelah mengaguminya. aku belajar tentang ketegaran. tetap kokoh menjulang langit, walau apa pun yang terjadi. |
Pada hari
itu juga, tanggal 4 februari, Pak Adi, Ibu Eka, dan Pak Rendi lebih dahulu
berangkat ke kota untuk mencari mobil, membeli kostum team dan mempersiapkan
rumah yang akan kami tinggali di kecamatan sebelum menerima jemputan ke
Merapun. 2 hari berselang, Pak Adi mengirimkan kabar bahwa 2 mobil yang akan
mengantarkan kami sudah siap, begitu pula dengan kostum team dan rumah yang
akan kami tumpangi selama satu malam di Sido Bangen, ibu kota kecamatan Kelay.
Ketika
menerima kabar itu, perasaanku begitu berbunga-bunga dan langsung
menyampaikannya kepada siswa-siswi yang menjadi utusan sekolah. Mereka ikut
bergembira dan dengan segera kembali ke rumah masing-masing, menyampaikannya
kepada orang tua mereka dan mempacking
barang-barang yang mereka
perlukan selama 7 hari kegiatan.
Minggu yang
cerah di awal bulan februari 2016, seluruh warga kampung untuk pertama kalinya
berkumpul di tepi sungai, memeluk dan mencium anak mereka dengan hangat sebagai
tanda perpisahan. Tatapan mata yang penuh harapan dan kekhawatiran kepada sang
buah hati sungguh menyentuh perasaanku. Sungai yang jernih dan deretan pohon
yang hijau menjadi saksi di pagi itu bahwa mereka, masyarakat adat di pelosok
negri juga ingin berkembang dan maju. Seorang Ibu berambut putih diam-diam
menghampiriku lalu dengan tatapan memohon ia berkata “Pak Guru, kas kas wa”. Angin menerpa wajahku lalu merasuk ke seluruh
pori-pori, dadaku tiba-tiba sesak oleh perasaan haru dan bangga, dan tanpa
kusengaja sungai tergaris di pipiku. Finally, we go to Merapun. Dream comes
true.
***
0 Response to "Porseni, Berjuang atau Pulang Saja #6Dream is around the corner"
Posting Komentar